ADUQ BANDAR POKER BANDAR66 BANDARQ BERITA KESEHATAN BERITA UNIK BERITA VIRAL CAPSA SUSUN DOMINOQQ INFO KEMENANGAN POKER SAKONG TIPS & TRICK

Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah pexels-andres-ayrton-6551384-c454cba7eed87904beff7f245ca5819a-2072bcc798db467548ef0dcba86d7d7c_600x400.jpg
Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi

PinoQQ Lounge Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi. Obesitas dan stres telah menjadi masalah global. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022, sebanyak 1 miliar orang di dunia mengalami obesitas dan di prediksi akan terus bertambah. Sementara itu, jumlah orang dengan depresi di perkirakan sebanyak 280 juta orang.

Baik depresi maupun obesitas bisa menjadi masalah serius jika tidak segera di tangani dengan tepat. Ternyata, obesitas bisa memperbesar risiko depresi. Apa alasan obesitas bisa meningkatkan risiko depresi?

Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi

Tingginya kadar trigliserida

Tingginya trigliserida adalah salah satu faktor yang dapat membuat orang yang obesitas berisiko tinggi mengalami depresi. Trigliserida adalah jenis lemak dalam darah yang kadarnya bisa menjadi terlalu tinggi pada orang dengan obesitas.
Menurut penelitian dalam jurnal Dia betes Care tahun 2009, ketika tingkat trigliserida naik, hal ini bisa menandakan bahwa tubuh tidak bisa mengatur lemak dengan baik. Saat ini terjadi, risiko mengalami depresi juga bisa menjadi lebih tinggi.

Sebenarnya, tubuh kita membutuhkan lemak untuk berfungsi dengan baik. Namun, ketika trigliserida terlalu tinggi, ini bisa menyebabkan banyak perubahan kinerja tubuh.

Trigliserida yang tinggi bisa menyebabkan perubahan pada sistem saraf dan biokimia dalam tubuh. Perubahan ini bisa membuat suasana hati kita menjadi tidak stabil dan berkontribusi pada munculnya perasaan sedih atau depresi.

Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi Tingginya hormon kortisol

Hormon kortisol adalah hormon yang di produksi oleh kelenjar adrenal dan berperan dalam merespons stres. Penelitian dalam jurnal Archives of General Psychiatry tahun 2010 menemukan bahwa pada orang dengan obesitas, kadar hormon kortisol dalam tubuh mereka bisa lebih tinggi dari biasanya, bahkan dalam situasi yang tidak terlalu stres.

Tingginya hormon kortisol juga dapat berkontribusi pada peningkatan nafsu makan. Ketika seseorang mengalami stres dan kadar hormon kortisol meningkat, mereka mungkin merasa ingin makan lebih banyak, terutama makanan yang mengandung lemak dan gula.

Ini bisa menjadi masalah bagi orang dengan obesitas, karena makan lebih banyak akan menyebabkan peningkatan berat badan dan memperburuk kondisi obesitas. Selain itu, obesitas itu sendiri juga dapat menyebabkan stres dan memicu pelepasan hormon kortisol yang lebih tinggi.

Baca Juga: 13 Bahaya Obesitas, Salah Satunya Bisa Tingkatkan Risiko Kanker

Perubahan hormon leptin dalam tubuh

Hormon leptin di produksi oleh sel lemak dalam tubuh kita dan berperan dalam mengatur nafsu makan dan mengontrol berat badan. Perubahan hormon leptin dapat menjadi faktor yang menyebabkan orang dengan obesitas berisiko tinggi mengalami depresi.

Hormon leptin ini seolah menjadi pesan yang dikirim oleh tubuh kepada otak untuk memberi tahu kita bahwa kita sudah kenyang dan tidak perlu makan lagi. Namun, pada orang dengan obesitas, terjadi perubahan pada hormon leptin ini.

Perubahan hormon leptin dapat menyebabkan pesan “sudah kenyang” tidak terkirim dengan baik ke otak. Akibatnya, seseorang mungkin tetap merasa lapar meskipun sudah makan dalam jumlah yang cukup. Mereka mungkin merasa sulit untuk merasakan kenyang atau puas setelah makan.

Ketika seseorang tidak merasakan kenyang setelah makan, mereka cenderung makan lebih banyak dan terus menambah asupan kalori. Ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan obesitas. Selain itu, hormon leptin juga berfungsi untuk mengurangi gejala depresi dan kecemasan melalui sistem hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA).

Penelitian dalam jurnal Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience tahun 2018 menemukan bahwa orang dengan hormon leptin yang rendah akan mengalami perubahan suasana hati, seperti merasa sedih, lelah, atau kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka nikmati. Ini dapat meningkatkan risiko mereka mengalami depresi dan kecemasan.

Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi Dis regulasi sistem HPA

HPA merupakan sistem dalam tubuh yang mengatur tanggapan terhadap stres.

Dalam kondisi normal saat mengalami stres, hipotalamus akan mengirimkan sinyal ke kelenjar pituitari untuk memproduksi hormon kortisol. Kortisol adalah hormon stres yang membantu tubuh menghadapi situasi sulit dan menangani stres.

Penelitian dalam jurnal Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience tahun 2018 menemukan bahwa pada orang dengan obesitas, sistem ini tidak dapat bekerja dengan baik atau mengalami dis regulasi.

Sinyal yang dikirim oleh hipotalamus ke kelenjar pituitari dan produksi kortisol mungkin tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, terjadi peningkatan produksi kortisol atau penurunan respons terhadap kortisol. Gangguan pada sumsum tulang belakang adrenal ini dapat memengaruhi keseimbangan hormon stres dan berdampak pada kesejahteraan mental.

Pada akhirnya, dis regulasi HPA ini akan mengakibatkan orang dengan obesitas mengalami kesulitan untuk mengatasi stres, yang selanjutnya akan menyebabkan depresi berkepanjangan.

Resistansi terhadap efek hormon grelin

Hormon grelin adalah hormon yang di produksi di usus, otak, serta pankreas. Hormon ini bertanggung jawab mengatur rasa lapar.

Studi menemukan bahwa pada orang dengan obesitas, resistansi terhadap efek hormon grelin dapat terjadi. Meskipun tubuh mereka memproduksi hormon grelin, tetapi otak mereka mungkin tidak menerima sinyal dengan benar bahwa mereka sudah kenyang. Akibatnya, mereka cenderung makan lebih banyak dan tidak merasa kenyang dengan cepat seperti orang lain. Ketika seseorang merasa tidak puas dengan makanan dan sering makan lebih banyak dari yang seharusnya, peningkatan berat badan dan obesitas dapat terjadi.

Hormon grelin juga berfungsi untuk mengurangi ketakutan, kecemasan, dan depresi. Namun, sayangnya resistansi hormon grelin pada orang obesitas turut berkontribusi dalam mencetuskan depresi.

Orang dengan resistansi terhadap hormon grelin mungkin mengalami perubahan suasana hati. Ini bisa termasuk perasaan sedih, lelah, atau kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya di nikmati.

Gangguan fungsi hormon tiroid

Hormon tiroid adalah zat yang di produksi oleh kelenjar tiroid di leher. Fungsinya sangat penting karena mengatur banyak hal dalam tubuh, termasuk berat badan dan suasana hati. Ketika hormon tiroid tidak berfungsi dengan baik, seperti terlalu sedikit atau terlalu banyak, itu dapat memengaruhi tubuh kita secara negatif.

Studi dalam jurnal Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience menemukan bahwa orang yang mengalami obesitas cenderung memiliki kadar hormon tiroid yang rendah. Ini dapat membuat seseorang merasa lelah, lesu, dan cenderung memiliki suasana hati yang buruk.

Selain itu, hormon tiroid juga berperan dalam mengatur produksi serotonin, yaitu hormon dalam otak yang berperan dalam mengatur suasana hati. Ketika hormon tiroid tidak berfungsi dengan baik, produksi serotonin juga dapat terganggu. Ini dapat menyebabkan perubahan suasana hati, termasuk gejala depresi seperti perasaan sedih, kehilangan minat, atau kecemasan berlebihan.

Terjadinya inflamasi atau peradangan

Pada orang dengan obesitas, tubuh mereka mengalami perubahan seperti peningkatan kadar hormon dan peradangan. Apa hubungan antara peradangan dan depresi?

Menurut studi, pada orang dengan obesitas, produksi lemak dalam tubuh akan meningkat akibat pola hidup dan pola makan yang tidak sehat. Sel lemak dapat menghasilkan zat-zat pro inflamasi seperti sitokin interleukin-6 (IL-6) dan faktor nekrosis tumor-α (TNF-α).

Ketika produksi zat-zat pro inflamasi tersebut melebihi kebutuhan, maka akan terjadi reaksi peradangan dalam tubuh. Peradangan sistemik pada obesitas bisa memengaruhi sistem saraf pusat dan mengganggu keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kadar neurotransmiter seperti serotonin yang berhubungan dengan gejala depresi.

Selain itu, inflamasi sistemik juga dapat mengaktifkan reaksi stres oksidatif, yang dapat merusak jaringan otak dan menyebabkan gejala depresi. Mekanisme ini juga bisa di temui pada penderita resistensi insulin, yang mana sebagian besar orang dengan obesitas juga mengalami resistansi insulin.

Baik depresi maupun obesitas bisa menjadi masalah serius jika tidak segera di tangani dengan tepat. Ternyata, obesitas bisa memperbesar risiko depresi. Jika keduanya terjadi bersamaan, dokter dan ahli kesehatan mental seperti psikiater dapat membantu menangani dua kondisi tersebut dan mencegahnya menimbulkan masalah yang lebih serius. Alasan Obesitas Bisa Tingkatkan Risiko Depresi.

Baca Juga: Atasi Obesitas dengan Operasi Bariatrik, Ini Manfaatnya

Sumber : jayapino.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *